Bekerja di Atas Ketinggian / Working at Height


Pengertian

Bekerja di atas ketinggian merupakan suatu kegiatan atau aktivitas yang dikategorikan sebagai "Class 1 Risk Activities". Berdasarkan laporan Labour Force Survey (LFS2) UK, Salah satu penyebab terjadinya kecelakaan kerja yang berdampak pada cidera serius dan kematian adalah terjatuh dari atas ketinggian (31%) dan sebagian besar terjadi pada pekerja bidang konstruksi (11%), dan sebagai informasi pada tahun 2007 Indonesia merupakan negara peringkat 2 setelah Cina pada kecelakaan yang berupa jatuh  dari atas ketinggian dengan 7 Kematian per hari. Bekerja di Atas Ketinggian adalah suatu kegiatan atau aktifitas yang dilakukan object dalam hal ini adalah pekerja yang mempunyai resiko jatuh dari atas ketinggian yang apabila diukur dari base elevation/lantai dasar ke titik jatuh 1.8 meter.

Apa dasar hukum saat bekerja di ketinggian?
  1. Permenakertrans No Per 01/Men/1980 tentang K3 pada konstruksi bangunan
  2. Permenaker No Per 05/Men/1985 Tentang pesawat angkat dan angkut Pasal 35 s/d 48
  3. DJPPK Direktur Jendral Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan No KEP. 45/DJPPK/IX/2008 Pedoman K3 Bekerja di Ketinggian dengan menggunakan akses tali (Rope Access)
  4. UU No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
  5. EN Standard/CEN Standard/CE Standard : EN-12277 : Harnesses, EN-12492 : Helmets, EN-12275 : Connectors, EN-12276 : Frictional Anchors.
  6. OSHA PART 1910, BS 1139 Metal Scaffolding, AS/NZS 1576 Scaffolding
  7. ANSI Z133.1: Arboriculture safety requirement for pruning,repairing, maintaining, and removing trees


Sebetulnya UU No.1 tahun 1970 pada Pasal 2 Ayat 2 poin i secara tegas dinyatakan bahwa persyaratan keselamatan wajib dipenuhi ketika pekerjaan dilakukan pada ketinggian diatas permukaan tanah atau perairan.
Saat ini Pemerintah bersama asosiasi yang terkait dengan kegiatan kerja pada ketinggian yaitu Asosiasi Rope Access Indonesia (ARAI) dan Asosiasi Ahli Keselamatan Kerja pada Bangunan Tinggi (A2K2BT) sedang mempersiapkan satu aturan komprehensif yang diharapkan aturan berupa keputusan menteri tersebut dapat terbit. Pokok dari aturan adalah melindungi tenaga kerja dari bahaya kerja pada ketinggian. Seperti kita tahu statistik kecelakaan kerja di hampir semua negara kecelakaan jatuh dari ketinggian selalu menempati peringkat pertama, untuk negara kita angka korban sangat fantastis: pada tahun 2007 ada 7 orang setiap hari meninggal (padahal pada tahun 2005 masih 5 orang per hari!).

Contoh pekerjaan WAH (Working at Height) :
  1. Mendirikan Scaffolding ketinggian ≥ 1.8 m high
    2. Bekerja di atas atap bangunan
    3. Bekerja di atas container
    4. Bekerja di tebing galian
    5. Bekerja pada saat pemasangan konstruksi baja

    Berikut hal-hal yang harus diperhatikan bilamana kita akan bekerja di ketinggian

    1. Pekerja harus dalam kondisi fit sebelum melakukan kegiatan bekerja di atas ketinggian dan tidak mempunyai riwayat penyakit kronis
    2. Semua pekerja sebelum melakukan kegiatan bekerja di atas ketinggian  harus sudah mendapat pelatihan “Bekerja di Ketinggian
    3. Sebelum memakai peralatan pelindung jatuh, pekerja yang memakainya harus memeriksanya untuk memastikan alat tersebut tidak mempunyai CACAT.
    4. Sebelum seorang pekerja diizinkan untuk bekerja di suatu area di mana ada risiko jatuh, pekerja yang bersangkutan harus diajari dalam sistim perlindungan jatuh dengan menggunakan APD yang sesuai.
    5. Alat pengait pada alat pelindung jatuh harus diletakkan lebih tinggi dari pinggang , untuk mengurangi besarnya hentakkan saat terjatuh.
    6. Untuk menuju ketempat kerja yang tinggi supaya menggunakan alat bantu naik seperti tangga yang standar, scaffolding / perancah.
    7. Pada saat penggunaan tangga harus diperhatikan sudut kemiringan tangga dan usahakan posisi tangga stabil, bila perlu tangga diikat supaya tidak mudah goyang dan berdiri dengan kokoh.
Personal fall-arrest system/ sistem penahan jatuh pribadi

Sistem ini terdiri dari 3 Komponen utama diantaranya adalah :
  1. Anchorage Connector (Konektor) :
    Anchorage: Sering disebut sebagai titik tie-off dan dibagi menjadi 2 yaitu Anchorage point & Anchorage Connector. 
    Anchorage point merupakan posisi yang terletak pada struktur independen dimana pengikat jatuh atau talinya diikatkan dengan aman. Anchorage Connector digunakan menjadi satu bagian dengan perangkat yang menghubungkan ke anchorage.

     


    2.Body Wear  (Alat yang dipakai di Tubuh):  
    Body wear Alat yang dipakai atau digunakan untuk penangkapan jatuh adalah Full Body Harness.
    3. Connecting Device (Peralatan Penghubung) :
    Sebuah peralatan /perangkat yang digunakan untuk menghubungkan Anchorage Connector dengan body wear contohnya (shock-absorbing lanyard, fall limiter, self-retracting lifeline, rope grab, etc.)

     
    Full body harness with Shock-Absorbing Lanyard
    Fall Limiter
    Self retracting lifetime
    Rope Grab

    Tugas dan tanggungjawab dalam bekerja :
    1. SUPERVISOR / KEPALA UNIT KERJA
    Membuat Identifikasi Bahaya, Penilaian Resiko dan Penentukan cara-cara pengendaliannya
    Mengkomunikasikan cara cara pengendalian resiko tersebut kepada para pekerja yang berada dalam  lingkup tugasnya dengan cara melakukan briefing / pelatihan/tool box  meeting
    Mengawasi  / melakukan tindakan agar para pekerja yang berada dalam lungkup tugasnya untuk patuh pada cara cara pengendalian yang sudah ditetapkan
    Memeriksa kondisi pengendalian dan melaporkan kepada Safety Personil bila terdapat kondisi yang tidak sesuai dengan pengendalian yang telah ditetapkan
    2. SAFETY PERSONIL
    Mengidentifikasi aspek legal dan persyaratan lain  sebagai masukan dalam menentukan cara cara pengendalian bahaya pada aktifitas tersebut
    Menyiapkan kondisi  sesuai dengan pengendalian yang telah ditetapkan
    Menyiapkan sarana komunikasi yang diperlukan
    3. PEKERJA
    Patuh menjalankan ketentuan sesuai dengan pengendalian yang telah ditetapkan




Komentar

Postingan populer dari blog ini

All About FKM UNSRAT

Hazard and Operability Study (HAZOP)